Sebelum ke Singapore
Berawal dari
kebiasaan kami yang seringkali menghabiskan waktu sepulang ngajar untuk hangout
atau kulineran di berbagai tempat makan di bilangan Jakarta. Hari itu, pilihan
kami jatuh kepada restaurant korea yang letaknya tidak jauh dari tempat kami
mengajar.
Ya, kami
berdua sama-sama menyukai hal-hal yang berbau korea.
Bedanya, dia
lebih menyukai k-pop sedang aku drama yang tak berkesudahan. Hehe
Saat itu,
selesai makan seperti biasa kami membicarakan apapun yang memang singgah di
otak kami berdua, mulai dari masa depan, keinginan sampai membicarakan orang
lain (jangan ditiru). Ehe
Hingga
sampailah pada titik kemana kita akan pergi selanjutnya? Ahiya, sebelumnya kami
sudah pergi ke Kampung Baduy di Banten, kalau belum baca ceritanya, kalian bisa
baca tulisanku sebelum cerita ini yaa. Promosi hehe
Hmm sepertinya
aku lupa mengenalkan, karena sejak awal tadi aku selalu menggunakan kata ganti “kami”
yang artinya 2 orang atau lebih. Namanya “Farah”, dia adalah teman kuliner dan
jalan-jalanku. Kami sudah akrab sejak kami berdua di pesantren, meskipun dia
lebih tua dariku namun kami tetap merasa cocok untuk melaksanakan hal apapun.
Oke, aku lanjut yaa.
Akhirnya, kami
memutuskan untuk menabung dan berangkat ke Korea Selatan karena rasa penasaran
kami selama ini. Setelah menghitung tiket pesawat, hotel, makan dan lain-lain
maka kami pun menabung. Bersusah payah banting tulang ngajar dari pagi sampe
malem demi jalan-jalan. Kalau aku sering menyebutnya dengan “ngajar
terseok-seok”. Haha
Sampai akhirnya
saat itu kami merasa mumet dan lelah dengan keadaan, hingga akhirnya memutuskan
untuk berpindah haluan liburan. Rencana awal, kami akan berangkat ke Korea pada
bulan November 2020, namun karena ingin sekali jalan-jalan, kami mengubah
rencana untuk berangkat lebih cepat dan liburan dengan lowbudget. Jogja atau Malang
adalah destinasi yang menjadi pilihan kami saat itu. Pun kami mulai menghitung
pengeluaran mana yang lebih lowbudget dari dua kota tersebut. Karena kami hanya
ingin liburan, me-refresh otak setelah berbulan-bulan mengajar dan berkutat
pada tumpukkan soal. Setelah membicarakan kesana kemari kami masih belum
mendapatkan hasil yang kami sepakati untuk liburan, karena sejujurnya kami
ingin sekali ke Korea. Kalau saat ini kami jalan-jalan tentunya sebagian uang
tabungan akan kami pakai dan itu tidak menutup kemungkinan akan menghambat
rencana awal kami yang akan berangkat pada bulan November.
Pembicaraan
kami berakhir begitu saja tanpa kesepakatan hingga kamipun lupa sendiri dan
menghabiskan masa-masa libur sekolah dengan menonton dan rebahan.
*****
Laluuuu,
tiba-tiba siang itu sebuah pesan whatsapp masuk.
“ul, ke Singapore
yuk! Lagi ada promo tiket pesawat nih”
Tanpa pikir panjang
langsung bales “yuuukk! Berapa tiketnya?”. Aku langsung buru-buru izin ke Ayah,
memberikan rayuan supaya diizinin (maklum, ayah memang bener-bener protect
sekali sama anak, jadi semua anaknya gak ada yang boleh pergi jauh-jauh). Sampai
akhirnya ayah memberi izin dan bilang “kalau ke Singapore deket masih boleh,
tapi kalo ke Korea nanti dulu deh” “wah, berarti izin ke Korea susah nih”
batinku. Yaudah, Korea masih belum jelas jadi yang ada di depan mata dulu aja
dan udah dapet izin hehe
Hari itu juga,
aku langsung transfer untuk pembelian tiket pesawat dan hotel. Lalu kami mulai
merencanakan destinasi yang akan kami kunjungi dengan uang seadanya dan niat menjadi
backpacker, karena kepergian kami yang bisa di bilang sangat mendadak dan tanpa
rencana.
Ku serahkan
seluruhnya ke kak Farah, karena dia sudah berpengalaman beberapa kali ke Negara
tersebut.
*****
Beberapa hari
menjelang keberangkatan kami, aku mulai meminta izin ke sekolah dan beberapa
murid lesku karena tidak bisa mengajar sementara. Setiap kali ditanya hendak
kemana, aku tidak menjawab karena ingin pergi diam-diam. Namun, entah tahu
darimana, salahsatu murid lesku mengetahui bahwa aku akan pergi ke Singapore. Dan
tanpa aku duga dan sangka sebelumnya, orangtua murid tersebut tiba-tiba memberikan
ku sebuah amplop dan bilang “untuk jajan Ice Cream disana ya, kak”. Aku Cuma bisa
senyum dan mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.
Sesampainya di
rumah, betapa kagetnya aku ketika membuka isi amplop tersebut yang berisikan
uang 100 dollar Singapore dan uang rupiah yang senilai dengan 100 dollar tersebut.
Benar-benar definisi “wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib”.
Betapa Allah Maha
Baik, betapa Allah memberikan kemudahan untuk hamba-Nya yang belakangan selalu
mengeluh dengan rutinitas yang membuatnya seringkali lupa untuk bersyukur.
Jadi, kalau
banyak teman yang mengira bahwa aku pergi karena banyak uang, kalian salah. Aku
harus nabung berbulan-bulan, ngajar dari pagi buta sampai malam hingga bahkan
rela gak tidur untuk menyiapkan bahan mengajar keesokkan harinya. Ada usaha dan
keberkahan dibalik semua ini. Yang jelas, Allah Sungguh Maha Baik.
*****
Nah, untuk cerita selama di Singapore,
sila baca tulisan berikutnya, yaaa.
*Ulfaaaaa
Komentar
Posting Komentar